Home » , , , , , » CONTOH SESIKUN/ PERIBAHASA BAHASA LAMPUNG DAN ARTINYA

CONTOH SESIKUN/ PERIBAHASA BAHASA LAMPUNG DAN ARTINYA

Posted by Bahasalampung.com on Jumat, 08 Oktober 2021

1) Batang burak setetosan. 'Pobon lapuk bertimpaban.' 

Dikatakan kepada orang yang sebetulnya sama-sama bodob, tetapi berlagak pandai. Sering dijumpai dalam masyarakat orang­ orang yang berlagak tabu; setelah diberi tugas untuk mengerjakan sesuatu, temyata ia tidak mengetabui sama sekali. 


2) bung mak jaoh anjak ruppun. 'Rebung tidak jauh dari rumpun.'

Tunasanak bambu yang baru, biasanya tumbuh di dalam rumpun­ nya. Peribahasa ini dikatakan kepada seorang anak yang sifat atau perangainya sama dengan perangai orang tuanya. Kalau orang tuanya pencuri, anaknya pun akan menjadi maling. Kalau orang tuanya orang baik-baik, biasanya tingkah anaknya juga terbiasa untuk berbuat baik. Akan tetapi, peribahasa ini khusus digunakan untuk anak yang bertingkah tidak baik. "Mengapa si Anu itu tega berbuat demikian? Ah, tak usah heran, si A itu anak siapa, rebung tidak jauh dari rumpun ." (Rupanya, orang tuanya pencuri). · 



3) Kipak langik ruttuh dang mundur. ' Meskipun langit runtuh, jangan mundur.' 

Peribahasa ini dikatakan kepada orang yang akan melaksanakan sesuatu dapat dipakai sebagai nasihat atau untuk memotivasi yang bersangkutan agar tetap melaksanakan kegiatan itu walaupun besar resikonya.


4) Ngegabor tahlui bangkang. 'Memperebutkan telur kosong.' 

Peribahasa ini diibaratkan bagi orang-orang yang berdebat atau berbantah atau berkelahi untuk memperoleh sesuatu yang sama sekali tidak ada manfaatnya. Sesuatu yang tidak bermanfaat itu diumpama­ kan sebutir telur hampa. 


5) Cuma mejong di beber. 'Hanya duduk di bibir'. 

Peribahasa ini digunakan terhadap seseoran yang memberikan berbagai janji dan harapan. Jika orang Jain tidak percaya akan kebenarannya, ia akan berkata, "O, hanya manis di mulut, tetapi apa yang ada di dalam hatinya masih diragukan." Atau daapt dikatakan kepada sesuatu yang belum mantap kedudukannya. 


6) Gegoh tupai nganik kelapa. 'seperti tupai makan kelapa.' 

Seekor tupai yang akan makan buah kelapa harus Jebih dulu berupaya melubangi kulit dan tempurung kelapa yang sangat keras, setelah itu barulah tupai itu dapat menikmati daging buahnya. Peri­ bahasa itu mengingatkan kita semua bahwa kalau ingin menikmati basil harus lebih dulu berusaha keras. Dengan kata lain, "Bersakit­ sakit dahulu, bersenang-senang kemudian."


7) Acak akkon jak tutur. 'Lebih baik dekat-hati daripada sapaan'. 

Peribahasa ini menyatakan perbandingan bahwa lebih baik tampaknya bengis, berkata bengis, tetapi hati di dalam sangat baik daripada bermulut manis tetapi hatinya jahat.


8) Kemitcak di bah suru. 'Katak di bawah tempurung'. 

Diibaratkan kepada orang yang pongah akan kehebatan atau kebolehannya, tetapi sesungguhnya pengetahuannya masih belum seberapa. 


9) Gegoh gelong kepanasan. 'Seperti cacing kepanasan'. 

Diibarat-kan kepada orang yang sangat gelisah, tidak tenang atau selalu menggeliat-geliatkan badan karena resah. Contoh pemakaian, "Setelah mendengar berita bahwa rahasianya terbongkar, ia seperti cacing kepanasan." Hampir sama artinya dengan "Seperti kucing terbakar buntut." 


10) Dijuk bittor haga pahha. 'Diberi betis ingin paha' . 

Peribahasa ini digunakan kepaa seseorang yang tamak. Setelah memiliki sesuatu, orang itu selalu tidak puas, lalu ingin yang lebih banyak, atau yang lebih besar, atau yang lebih hebat lagi. 


11) Injuk buroh di ulok. 'Seperti buih di lubuh'. 

Buih di dalam lubuh (kolam air) mudah bergerak ke sana ke mari. Perbandingan ini digunakan terhadap seseorang yang tidak mantap pendiriannya, mudah berubah atau mudah terpengaruh oleh perubahan situasi lingkungannya. 


12) Ditetos bulung layu. 'Ditimpa daun layu'. 

Daun layu dapat melayang di udara karena ringannya. Tentu saja daun layu ini tidak mungkin dapat menimpa benda lain yang ada di bawahnya seperti benda-benda berat yang jatuh. Akan tetapi, pemakaian peribahasa ini malah sebaliknya. Seseorang akan merasa sangat terhina, sangat sakit hati karena diremehkan oleh orang yang kedudukannya lebih rendah yang kelihatannya tidak mampu apa-apa. 


13) Batang pengulakan. 'Batang tempat mengambil jamur'. 

Peribahasa ini diibaratkan kepada seseorang yang menjadi tempat tumpuan harapan bagi orang lain. Mungkin karena orang itu kaya harta atau karena kaya ilmu sehingga orang itu diumpamakan batang tempat tumbuhnya jamur yang orang lain dapat mengambil basil darinya. 


14) Manjau di salah rubuh. 'Bertamu di salah roboh' . 

Pohon salak itu berduri dan salak yang roboh tidak berbuah. Jadi, jika seseorang datang ke tempat pohon ini dapat terkena duri di samping tidak ·akan memperoleh buah salah. Pribahasa ini diibarat­ kan kepada orang yang bertamu ke tempat orang yang tidak punya, si tamu tidak akan memperoleh suguhan apa-apa. Pemakaian peribahasa ini untuk merendahkan diri, misalnya, seseorang kedatangan tamu, lalu ia berkata, "Anda bagai bertemu ke salak roboh, hanya air mentah ini yang dapat kami sugukan". Di samping itu, peribahasa ini dapat pula digunakan dalam situasi yang lain. Misalnya seorang bujang pergi manjau ke tempat seorang gadis. Di samping ia tidak mendapat suguhan apa-apa, bujang itu juga mendapat suatu hal yang tidak diinginkannya dari keluarga si gadis. 


15) Ngebekom wai mak nitis. 'Menggenggam air tidak menetes'. 

Air sebetulnya tidak dapat digenggam karepa pasti akan menetes dari sela-sela jari. Akan tetapi, menurut peribahasa ini karena sangat pandainya menggenggam, air pun tidak menetes. Pemakaian periba­ hasa ini diibaratkan kepada orang yang sangat pelit. Alangkah kikir­ nya orang itu, air yang digenggang pun tidak menetes, jangankan akan memberi sesuatu kepada kita. 


16) Kekalau imbun jadi muara. 'Mudah-mudahan embun jadi muara ' . 

Embun adalah setitik air yang volumenya jauh berbeda dengan volume air di muara sungai. Muara sungai yaitu suatu tempat yang dapat menampung air dari hulu a tau dari .laut. Peribahasa ini dapat mendorong seseorang untuk giat bekerja yang disertai dengan ketabahan dan berhemat. Walaupun dibekali dengan modal sangat kecil mudah-mudahan keuletan bekerja yang disertai ketabahan, modal yang sangat kecil itu akhimya dapat menjadi berlipat ganda. 


17) Jagung lupa di basung. 'Jagung lupa pada bonggol'. 

Buah jagung itu melekat pada bonggolnya. Tanpa bonggol buah jagung itu tidak akan pemah ada. Akan tetapi setelah jagung itu dilepaskan dari bonggol, bonggol itu dengan sendirinya tidak diperlu­ kan lagi oleh jagung itu. Peribahasa ini diumpamakan bagi seseorang yang setelah ia berhasil karena ditolong atau dibina ia lupa kepada orang yang menolongnya dulu. Peribahasa ini sama artinya dengan peribahasa yang ada dalam bahasa Indonesia, yaitu lbarat kacang, kalau hari panas ia lupa akan kulitnya. Selagi basah, buah kacang itu menempel dengan kulitnya, tetapi kalau kacang itu sudah kering karena panas matahari, buahnya langsung melepaskan diri dari kulitnya itu. 


18) Peros-peros Kedudung. 'Asam-asam Kedondong' . 

Buah kedondong itu asam, tetapi asam kedondong ini tidak sampai menyengat lidah seperti asam jeruk nipis atau asam mangga muda. Asam buah kedondong walaupun asam dimakan juga, bahkan menimbulkan keinginan untuk makan lagi. Peribahasa ini digunakan dalam pergaulan di masyarakat. Walaupun dalam pergaulan itu ditemukan bermacam masalah, baik yang pahit maupun yang manis, hendaknya kita tetap bersikap biasa-biasa saja dalam arti tidak akan mengganggu keharmonisan dalam bergaul. 


19) Gegoh mati di Mekah. 'Seperti Meninggal di Mekah'. 

Mekah (Arab Saudi) adalah tanah suci bagi kaum muslimin. Meninggal di Mekah bagi sebagian umat Muslim sesuatu yang diharapkan karena mereka akan dikuburkan di Tanah Suci. Dalam hal ini, umat muslim yang sedang menunaikan ibadah haji lalu mening­ gal, jenazahnya akan disalatkan oleh beribu-ribu umat muslim lainnya artinya dia akan didoakan oleh seluruh umat muslim .yang sedang berhaji agar diampuni segala dosanya serta dimasukkan ke dalam syurga. Hal itu dihayati oleh masyarakat Lampung Pubiyan yang juga penganut agama Islam. Oleh karena itu, jika orang yang meninggal di Mekah itu merupakan suatu rahmat. Peribahasa Gegoh mati di Mekah diiba-ratkan kepada orang yang mendapat keberuntungan yang sebelumnya tidak disangka-sangka yang tentu diterimanya dengan perasaan gembira serta penuh haru.


20) Gegoh ujan di Mekah. ' Seperti hujan di Mekah'. 

Hujan di Mekah sangat jarang terjadi. Jadi, peribahasa ini diguna­ kan terhadap suatu keberuntungan yang sangat jarang terjadi. 


21) Gegoh angin teliyu. ' Seperti angin lalu' . 

Angin lalu tidak berbekas sama sekali. Jadi, peribahasa ini dium­ pamakan kepa.da suatu tindakan terhadap seseorang yang dampaknya tidak terlihat 8ama sekali. Misalnya, Segala nqsihat yang diberikan kepadanya, ibarat angin lalu, sama sekali tidak diindahkannya. 


22) Mak patoh ki lemoh. ' Tidak patah jika Iemah' . 

Suatu benda kalau dilenturkan tidak akan patah. Berbeda dengan benda yang kuat, jika dibengkokkan pada batas tertentu akan patah. Peribahasa ini diibaratkan kepada penyelesaian suatu perkara atau suatu perselisihan. Jika perselisihan itu diselesaikan dengan bijaksana dan lemah-lembut tentu tidak akan sampai memutuskan hubungan antara kedua belah pihak. 


23) Goh mejong di unggak kemesi. 'Seperti duduk di atas lidi enau' . 

Dapat dibayangkan bagairnana susahnya duduk di atas lidi enau yang ujungnya tajam-tajam. Peribahasa ini diumpamakan kepada orang yang dalam kesempitan, selalu tidak tenang dan diselirnuti kegelisahan. Peribahasa ini hampir sama artinya dengan Seperti duduk di atas bara hangat. 


24) Nawai buha langui. ' Mengajar buaya berenang'. 

Masyarakat Lampung susah melihat buaya berenang yang kepan­ daiannya tidak ada tandingannya. Peribahasa ini diumpamakan seseorang yang mengajari orang lain yang susah jauh lebih pintar daripadanya. 


25) Tungga derian rubuh. 'Bertemu durian runtuh'. 

Durian suatu jenis buah-buahan yang rasanya sangat enak. Akan tetapi, untuk mendapatkannya. Pemilik kebih harus menunggu bermalam-malam sampai buahnya jatuh satu-persatu. ltu pun kadang­ kadang berebut dengan hewan buas yang juga menyenangi buah durian. Jarang sekali buah durian itu langsung berguguran beserta pohonnya (runtuh). Kalau hal itu terjadi, hal itu dianggap sebagai suatu keberuntungan. Per_ibahasa ini dikatakan kepada orang yang memperoleh rezeki yang tidak disangka-sangka. 


26) Nyepok kutu lom sabuk. 'Mencari kutuk di dalam sabut'. 

Dalam bahasa Indonesia peribahasa ini sama dengan Mencari kutu di dalam ijuk. Sabut terjadi dafi serabut-serabut yang bertumpuk. Di sela-sela serabut itu terdapat kutu yang sedang bersembunyi yang dapat dengan mudah berpindah-pindah. Peribahasa ini diumpamakan kepada suatu pekerjaan yang sangat sulit dilakukan dan pekerjaan itu akan berhasil kalau dikerjakan dengan tekun. Namun, peluang untuk gagal lebih besar. 


27) Ngatot wai baka bayuk. 'Mengunjal air menggunakan keranjang'. 

Peribahasa ini dikatakan kepada pekerjaan yang tidak berhasil. Badan letih, waktu dan tenaga babis, tetapi basilnya tidak ada. Kegagalan itu disebabkan oleh pemakaian alat atau cara yang tidak tepat. Contob pemakaiannya, Anda melaksanakan pekerjaan itu ibarat mengunjal air dengan keranjang. Apakah tidak ada cara atau a/at yang paling tepat yang dapat Anda gunakan? 


28) Ngemainko kemiling di bah batang. 'Memainkan kemiri di bawab pohon' . 

Dalam kebidupan anak-anak di masyarakat Lampung Pubiyan ada sejenis permainan, yaitu bermain kemiri. Permainan kemiri ini diak­ biri dengna kalab atau menang. Yang akan mengantongi buab kemiri yang banyak, sedangkan bagi yang kalab buab kemirinya akan ber­ kurang atau babis. Jika ada orang yang bermain kemiri di bawab pobonnya, bertambahnya buah kemiri itu bukanlah karena menang bermain, tetapi karena diperoleh dari pohon kemiri itu sendiri. Jadi, peribabasa ini diumpamakan kepada yang membanggakan hasil pekerjaannya, padahal basil itu bukanlab dari usahanya atau sudah ada sebelum dikerjakannya. Dengan demikian, yang dianggap basil pekejaan itu sebetulnya dari usaha orang lain sebelumnya. 

Contoh pemakaiannya: Seseorang yang membanggakan pekerjaan itu membuahkan hasil, padabal sebetulnya adalah basil pekerjaan orang sebelumnya. Lalu orang lain akan berkata, Anda ibarat memainkan kemiri di bawah pohonnya. Kemenangan yang Anda peroleh itu sebetulnya berasal dari pohonnya itu (bukan berupa hasil dari kemenangan bermain).

Sumber: Sastra Lisan Lampung dialek Pubian. 1998.

Terima kasih telah membaca artikel ini & dipublikasikan oleh Bahasalampung.com

0 komentar:

Posting Komentar