Home » , » WARAHAN (PENGERTIAN, CIRI-CIRI, JENIS DAN STRUKTUR)

WARAHAN (PENGERTIAN, CIRI-CIRI, JENIS DAN STRUKTUR)

Posted by Bahasalampung.com on Sabtu, 21 Agustus 2021

Warahan yaitu jenis sastra yang berbentuk cerita menghibur dan berisi pesan moral atau amanat tertentu.

Warahan adalah salah satu jenis sastra Lampung berupa cerita yang berbentuk prosa. Masyarakat etnik Lampung mempunyai banyak cerita yang berbentuk prosa. Cerita itu dapat digolongkan menjadi enam jenis yakni epos, fabel, legenda, mite, dan cerita yang semata mata berdasarkan fiksi (Sanusi, 2014:121). Kantor Bahasa Provinsi Lampung (20016: 8) membagi cerita rakyat menjadi tiga, yaitu mite, legenda dan dongeng. Warahan memiliki unsur intrinsik dan ekstrinsik. peneliti membatasi unsur instrinsik warahan menjadi 6 (enam) yakni tema, penokohan, latar/ seting, alur, konflik, dan amanat. Sedangkan unsur ekstrinsik peneliti membatasi pada pandangan hidup/latar belakang pengarang yakni unsur piil pesenggiri yang ada di masyarakat Lampung meliputi juluk adek, nengah nyampogh, sakai sambayan, dan nemui nyimah.


Pada awalnya, jenis sastra ini muncul sebagai sastra lisan karena pada jaman dahulu belum ditemukan alat tulis. Sebagai suatu bentuk sastra, warahan memuat ide, gagasan, atau pendapat yang berisi nilai-nilai moral atau nilai kemanusiaan yang positif untuk dihayati dan diamalkan sehingga diharapkan dapat terbentuk kepribadian manusia yang lebih baik dalam konteks kehidupan bermasyarakat.


Warahan biasanya dilakukan pada saat sedang bekerja, seperti memetik cengkih atau menuai padi. Pada zaman dahulu, warahan dibawakan oleh orangtua ataupun kakek nenek dengan dikelilingi anak cucunya. Cerita rakyat berbentuk warahan ini, antara lain Radin Jambat, Anak Dalom, dan Sanghakhuk. Isi wawaghahan yang berbentuk dongeng, hikayat, epos, atau mitos ini bersifat mendidik dan menyadarkan semua orang agar berbuat baik.


Melalui warahan seseorang akan mempelajari tentang hal-hal, situasi, dan tempat-tempat yang mungkin belum pernah dijumpai sebelumnya. Kemampuan memahami warahan merupakan kemampuan yang perlu dimiliki oleh para siswa karena warahan berisi ide, gagasan, atau pendapat pengarang kepada para pembaca. Warahan umumnya berisi nilai-nilai yang bermanfaat bagi perkembangan siswa. Dengan memahami amanat yang terdapat dalam warahan, kepribadian siswa yang lebih baik dapat terbentuk. 

Ciri-ciri warahan:

  • Irama yang menyertai cerita tersebut
  • Sifatnya liris (dipengaruhi pribadi dan emosi si pembawa cerita)
Warahan merupakan bagian dari sastra, menurut Effendi (2011: 5) dalam wujudnya, karya sastra mempunyai dua aspek penting, yakni isi dan bentuk. Aspek isi adalah tentang pengalaman hidup manusia, sedangkan aspek bentuk adalah hal-hal yang menyangkut cara penyampaian, cara pengarang memanfaatkan bahasa untuk mewadahi karya sastra. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa bentuk dari warahan dapat dibagi menjadi dua jenis berdasarkan cara penyampaiannya yakni dengan cara mewarah/bercerita melalui lisan dan melalui tulisan berupa teks warahan/ cerita yang telah dituangkan pada tulisan. Berdasrkan bentuknya peneliti menggolongkan teks drama sebagai bagian dari warahan, oleh karena itu materi yang dikembangkan pada produk ppenelitian ini adalah teks drama dan teks dongeng rakyat yang merupakan salah satu jenis dari warahan.

Warahan dibagi jenisnya menurut beberapa ahli. Berikut pembagian warahan menurut beberapa ahli. Nurgiantoro (2010: 172) membedakan ceritaa rakyat menjadi 6 (enam) yaitu: (1) cerita binatang, (2) mitos, (3) legenda, (3) dongeng, (4) epos, (5) cerita cerita wayang, (6) nyanyian rakyat.


Kantor Bahasa Provinsi Lampung (20016: 8) membagi cerita rakyat menjadi tiga, yaitu mite, legenda dan dongeng. Bascom dan Abramas dalam Danandjaja (1997: 50) membagi cerita rakyat menjadi tiga golongan, yaitu mite (myth), legenda (legend) dan dongeng (folkltale). Ketiga bentuk cerita rakyat tersebut akan dijelaskan sebagai berikut.


1) Mite (myth) 
Mite adalah cerita prosa rakyat yang dianggap benar-benar terjadi serta dianggap suci oleh sang empunya cerita. Tokoh dari mite biasanya dewa atau makhluk setengah dewa. Peristiwa dalam mite terjadi di dunia lain atau bukan dunia yang sesungguhnya dan terjadi pada masa lampau. Mite umumnya mengisahkan terjadinya alam semesta, dunia, manusia pertama, terjadinya maut, bentuk khas binatang, topografi, gejala alam, petualangan para dewa, percintaan dan kekerabatan para dewa tersebut (Balai Bahasa, 2016:19). Mite di Indonesia menurut Danandjaja biasanya menceritakan terjadinya alam semesta (cosmogony), terjadinya susunan para dewa ( theogony), dunia dewata (pantheon), terjadinya manusia pertama dan tokoh pembawa kebudayaan (culture hero), dan sebagainya (1997: 52).


2) Legenda 
Legenda adalah cerita rakyat yang dianggap oleh sang pemilik cerita sebagai suatu kejadian yang sungguh-sungguh pernah terjadi. Legenda berbeda dengan mite. Legenda bersifat sekuler (keduniawian), terjadi pada masa lalu yang belum lampau dan bertempat di dunia yang dikenal sekarang (Danandjaja, 1997: 66).Legenda adalah cerita yang mempunyai ciri-ciri yang mirip dengan mite, yaitu dianggap pernah benar-benar terjadi, tetapi tidak dianggap suci. Berlainan dengan mite, legenda ditokohi manusia, walaupun ada kalanya mempunyai sifat-sifat yang luar biasa, dan seringkali juga dibantu makhluk-makhluk ajaib. Tempat terjadinya adalah di dunia seperti yang kita kenal kini, karena waktu terjadinya belum terlalu lampau (Balai Bahasa, 2016:21-22).


3) Dongeng 
Dongeng adalah cerita yang dianggap tidak benar-benar terjadi oleh yang empunya cerita dan dongeng tidak terikat oleh waktu maupun tempat (Dananjaya 1984: 50-83). Dongeng adalah cerita pendek kolektif kesusastraan lisan. Pendapat selanjutnya menyatakan bahwa dongeng adalah cerita prosa rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi, diceritakan terutama untuk hiburan, walaupun banyak juga yang melukiskan kebenaran, berisikan pelajaran (moral), atau bahkan sindiran (Danandjaja, 1997: 83).


Struktur Warahan 
Sebagaimana halnya dengan cerita pada umumnya, warahan memiliki unsur intrinsik dan ekstrinsik. 

Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang pembangun karya sastra yang dapat ditemukan di dalam teks sastra. Unsur intrinsik cerita terdiri atas: (1) tema, (2) amanat, (3) tokoh, (4) karakter atau perwatakan, (5) latar atau setting, (6) alur (plot), (7) sudut pandang/gaya penceritaan, dan (8) majas (gaya bahasa). 

Unsur ekstrinsik adalah unsur yang membangun karya sastra dari luar. Unsur ekstrinsik terdiri atas: (1) latar belakang pencitraan, (2) kondisi masyarakat pada saat karya sastra diciptakan, dan (3) pandangan hidup/latar belakang pengarang. 

Terima kasih telah membaca artikel ini & dipublikasikan oleh Bahasalampung.com

0 komentar:

Posting Komentar