Segata merupakan salah satu sastra lisan Lampung yang berbentuk puisi (Sanusi, 2014: 79). Istilah pattun dikenal di lingkungan masyarakat Lampung Abung, Menggala (Tulang Bawang), Pubian, Sungkai, Way Kanan, dan Melinting. Di lingkungan masyarakat Pesisir dikenal dengan istilah segata dan ada pula yang menggunakan istilah adi-adi.
Oleh karena itu untuk mengefektifkan tulisan ini, digunakan istilah segata. Segata termasuk dalam jenis puisi lama yang berupa pantun. Pantun merupakan salah satu puisi lama yang berkembang pada kebudayaan melayu. Etnis lampung sebagian menyebutkan pantun dengan istilah segata. Segata dapat dibawakan seperti membaca pantun.
Dalam masyarakat Lampung segata juga bisa dibawakan dengan cara dilagukan. Melantunkan segata bisa dengan musik atau tanpa musik. Puisi jenis segata di kalangan etnis Lampung lazim digunakan dalam acara-acara muda-mudi yang disebut dengan istilah kedayek/ kedayok atau jagodamagh/ jagadamagh.
Di samping itu, di lingkungan masyarakat Lampung Pepadun, segata sering pula digunakan untuk melengkapi acara cangget ‘tarian adat’. Secara umum, isi segata berupa ungkapan perasaan, harapan, atau humor. Dalam perkembangannya segata sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari oleh orang tua, anak anak, maupun muda-mudi baik dalam situasi formal ataupun nonformal.
Walaupun segata terhitung karya sastra yang terhitung tua namun segata tetap bisa bertahan hingga sekarang. Segata tetap menjadi pilihan setiap orang karena sifatnya yang elastis, bisa dipakai dalam situasi apapun. Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa segata adalah salah satu sastra lisan Lampung jenis puisi yang berbentuk pantun, yang berisi tentang ungkapan perasaan, harapan, nasehat, atau humor, yang bisa sampaikan dalam situasi formal ataupun nonformal.
Contoh segata dikemukakan pada uraian berikut.
1) Wailima Pradasuka
Kedundung Kububatu (Pradasuka, Kedundung Kububatu)
Kubabangko di sapa 2x
Nyak ngiram jama niku
2) Ghelom bingi mak pedom,
Kak liyu pukul lima ( mak pedom, kak liyu pukul lima)
Badan ji lassung ghiram 2x
Kusepok niku di pa
3) Sanak sai mengan di wai
Mejong di lambung batu (mengan di wai, mejong di lambung batu)
Mengan nginumku lalai 2x
Cok pisah jama niku
4) Niku mak temon sayang
Mula nyak sampai goh ji (mak temon sayang, mula nyak sampai goh ji)
Mulanya nyak lika miwang 2x
Niku lapah ngebudi
5) Api sai halom-halaom
Lelubi ampai masak (halom-halaom, lelubi ampai masak)
Ya Allah mati nalom 2x
Niku ngebudiko nyak
6) Wai sioh munggak medoh
Nyepok sai lamon batu (munggak medoh, nyepok sai lamon batu)
Lamun niat gham gegoh 2x
Dapok ghasan gham laju
7) Nyak ngudut niku ngudut
Tawa bimbang ghukuk sai (niku ngudut, tawa bimbang ghukuk sai)
Nyak nyebut niku nyebut 2x
Mangi niat gham sampai
Terima kasih telah membaca artikel ini & dipublikasikan oleh Bahasalampung.com
0 komentar:
Posting Komentar